MELINTASI PERBATASAN INDONESIA - MALAYSIA LEWAT JALUR DARAT
Pergi ke negara tetangga Malaysia lewat jalur darat ternyata mempunyai kesan tersendiri terutama bagi yang mempunyai hobby petualangan. Berangkat dari Pontianak jam 03.00 dini hari menuju Kuching , Malaysia . Perkiraan perjalanan memakan waktu 8 – 9 jam.
Rute pertama yang akan dilalui adalah Pontianak – Simp Tayan yang berjarak 54 km. Tidak ada pemandangan yang bisa dilihat pada rute ini karena hari masih gelap. Tiba di Simp Tayan sekitar pukul 04.00, kami berbelok ke kiri menuju Batang Tarang kemudian berlanjut ke Simp Landak. Jalan yang dilalui rusak sehingga tidak bisa melaju dengan kencang. Kiri kanan jalan yang dilewati sebagian berupa perkebunan sawit, tanah-tanah kosong dan beberapa rumah penduduk yang berjauhan. Jarak antara Simp Tayan ke Simp Landak berkisar 42 km. Pukul 05.30 kami sampai di Simp Landak. Ini adalah pertigaan, yang kekiri menuju Ngabang Kabupaten Landak dan ke kanan menuju Sanggau. Kami berbelok ke kanan yang arah ke Sanggau. Berjalan lebih kurang 7 km kami menemukan pertigaan kembali. Arah ke kiri ke Entikong, yang lurus ke Sanggau. Orang setempat menamakan ini Simp Tanjung. Ada satu kota yang dilalui antara Simp Landak dan Simp Tanjung yaitu Sosok.
Perjalanan kami lanjutkan dengan mengarahkan mobil ke kiri, ke arah Entikong. Dari Simp Tanjung ke Entikong berjarak 94 km. Hari sudah agak terang jadi kami sudah dapat melihat pemandangan kiri kanan sepanjang jalan. Sebagian pemandangan terlihat perkebunan kelapa sawit yng sudah tua. Sama ketika melalui antara Simp Tayan ke Simp Landak tadi.
Pukul 09.00 kami tiba di Entikong, perbatasan Indonesia – Malaysia. Yang selanjutnya kami lakukan adalah urusan imigrasi, cap paspor, lapor kendaraan untuk masuk dsb. Urusan tidak begitu lama hanya sekitar 30 menit, perjalanan sudah bisa dilanjutkan kembali.
perbatasan RI - Malaysia
tugu perbatasan
pintu gerbang perbatasan
suasana di perbatasan
Akhirnya kami sudah menginjakkan kaki di negara tetangga Malaysia. Perbedaan yang pertama sekali dirasakan adalah dalam hal kualitas jalan raya. Setelah melewati perbatasan, jalanan berubah menjadi lebar, 4 jalur dengan pembatas jalan di tengah, seperti layaknya jalan tol. Tapi kondisi seperti ini memang tidak terus sampai ke Kuching. Di tengah perjalanan antara entikong dan kuching juga ada jalan hanya dua jalur sama seperti sebelumnya di Indonesia, cuma kualitas permukaannya yang lebih mulus tidak bergelombang.
Kota pertama yang dilalui setelah melewati Entikong adalah Tebedu, kota perbatasan Malaysia - Indonesia di sisi Malaysia. Entikong dan Tebedu cuma berjarak 1 km.
Setelah menempuh perjalanan sejauh 102 km dari Tebedu akhirnya sampailah kami di pusat kota Kuching.
Kalau dibandingkan dengan Pontianak, kota Kuching jauh lebih tertata rapi, bersih, lalu lintas yang teratur dengan pengendara yang disiplin mematuhi rambu-rambu. Hal cukup mengherankan adalah selama 4 hari berada di Kuching, tidak pernah kami menemukan polisi seorangpun berada di jalanan mengatur lalu lintas. Ini karena semua atribut rambu-rambu dan traffic light lengkap terpasang dan dipatuhi semua pengendara di jalanan.
gedung dewan undangan negeri ( DPRD nya sarawak)
maskot kota
salah satu SPBU
suasana bandara kuching
Berada di negara Malaysia khususnya di kota Kuching serasa berada di negara sendiri karena tidak terlihat perbedaan dari perawakan postur fisik penduduknya. Sama saja dengan kebanyakan penduduk di Pontianak, Indonesia. Lain halnya jika ke Eropa, perawakannya sudah berbeda dengan orang-orang Indonesia.
Jumlah hotel, rumah sakit, mall sangatlah banyak tidak seimbang dengan jumlah penduduk kota kuching yang terbilang sedikit. Ini menunjukkan bahwa sasaran pengunjung mereka adalah orang-orang dari luar kuching terutama dari luar negeri. Ketika mencoba berobat di salah satu rumah sakit di Kuching, sebagian besar pasien berasal dari luar negeri, terutama dari Pontianak. Ini dibuktikan disaat registrasi pasien yang ditunjukkan sebagai identitas adalah paspor.
Harga BBM di Malaysia juga ada yang bersubsidi dan non subsidi. Warga negara asing yang mengisi BBM di SPBU disana tidak dibenarkan membeli BBM bersubsidi, diharuskan membeli BBM non subsidi yang jelas lebih mahal. Bagaimana dengan mobil-mobil malaysia yang datang ke Indonesia dan mengisi BBM di Indonesia ya... Semoga mereka juga tidak dibolehkan membeli BBM kita yang bersubsidi.
Bagi yang senang kuliner, kuching adalah tempatnya terutama malam hari. Segala menu masakan tersedia dengan jumlah restoran, rumah makan yang cukup banyak bertebar di segala penjuru kota. Konon penduduk Kuching lebih memanjakan selera makannya dari pada selera yang lain. Kelihatan kebanyakan dari mereka tidak begitu memperdulikan penampilan, tidak banyak gaya fashionable, tapi kalau soal makan semua rumah makan selalu padat pengunjung. Mobil-mobil keluaran tahun 70an masih banyak berseliweran di jalanan. Taxi mereka juga masih menggunakan sedan lama, ketinggalan jauh dengan blue bird nya Indonesia. Jangan coba mencari angkot untuk bepergian karena memang tidak ada disana.
Perjalanan ini cukup mengesankan terutama bagi yang baru pertama kali merasakannya.
Demikianlah sekedar catatan singkat
AS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar